Flora Kalalo saat memberikan materi dalam seminar tentang hukum lingkungan di kampus Unsrat, Senin (09/03) lalu.(foto: manado1) |
MANADO - Kerusakan lingkungan yang terjadi
salah satu penyebabnya adalah banyak terbitnya ijin-ijin untuk pertambangan
yang dikeluarkan oleh pemerintah. Ironisnya, ijin tersebut banyak yang
bertentangan dengan hukum. Demikian disampaikan akademisi Universitas Sam
Ratulangi (Unsrat) Manado, Dr Flora Kalalo SH MH, Senin (9/3/2015).
“Meski berbenturan dengan kajian hukum,
namun perijinan untuk kegiatan pertambangan tetap saja berjalan. Kenapa, karena
memang uang yang berbicara,” ujar Flora yang meraih gelar doktornya di bidang
hukum lingkungan di Universitas Brawijaya Malang ini.
Flora kemudian mencontohkan, ijin
pertambangan yang diberikan kepada PT Mikgro Metal Perdana (MMP) di Pulau
Bangka, Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.
“Meski Pulau Bangka itu tergolong pulau kecil yang tidak diperbolehkan ada
kegiatan pertambangan, namun toh
pemerintah memberikan ijin. Karena ketika ijin itu sangat terkait dengan uang
atas nama investasi, maka banyak aturan dikesampingkan. Maka rusaklah
lingkungan kita,” ujar Flora yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor Unsrat
Bidang Administrasi dan Keuangan ini.
Contoh lainnya, lanjut Flora, terkait
reklamasi yang dilakukan di Pantai Manado. “Meski sudah diberikan kajian
akademik serta aspek hukumnya kepada pemerintah namun pekerjaan penimbunan
bibir pantai Manado itu tetap saja dilakukan. Alasannya karena investasi, dan
ada pemasukan lewat Pendapatan Asli Daerah.
Akibatnya terumbu karang yang menjadi
andalan Bunaken menjadi rusak,” papar Flora dalam kegiatan Seminar Nasional
bertajuk "Implementasi Hukum Lingkungan dalam Menunjang Percepatan
Pembangunan Ekonomi Nasional".
Sementara itu, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran,
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Utara, Sonny Runtuwene memaparkan,
lingkungan hidup tak lepas dari masalah sosial dan ekonomi. “Harus
memperhatikan aspek lingkungan yang diatur dalam UU Nomor 32 tahun 2009. Selain
itu pihak perusahaan juga harus memperhatikan pengelolaan limbah berbahaya dan
beracun. Ini ada regulasinya. Yang melanggar ditindak tegas,” ujar Sonny. Sonny
menambahkan, secara ekonomi memang aktivitas pertambangan mendatangkan
pemasukan yang besar khususnya Pendapatan Asli Daerah atau PAD. Secara
terpisah, Jull Takaliuang dari Aliansi Masyarakat Tolak Tambang (Amalta)
menegaskan, menjamurnya ijin pertambangan yang banyak menabrak aturan serta
merusak lingkungan karena pemerintah beralasan demi investasi dan kesejahteraan
rakyat. “Padahal buktinya warga di lingkar tambang tetap hidup miskin, bahkan
menikmati air yang sudah tercemar akibat kegiatan pertambangan. Ini sangat
ironis,” papar Jull.(joe)