HARI ini 21 April, seperti hari yang sama
ditahun-tahun sebelumnya. Indonesia selalu memperingati Hari Kartini. Hari
untuk mengingatkan kita bahwa perempuan harus disejajarkan dengan laki-laki.
Kartini, kala masa hidupnya, mengguggat diskriminasi perempuan Jawa (dianggap
Indonesia), menggugat keterkekangan dan keterbelakangan, melalui korespondensi
dengan sahabatnya di Nederlande.
Di belahan bumi lain, ada sosok bernama
Maria Walanda yang juga memperjuangkan kesetaraan kaum perempuan dengan pena.
Tulisan-tulisan Maria Walanda ini diterbitkan dalam artikel opini dalam koran
lokal kala itu, Tjahaya Siang. Di samping itu, karya nyata terkait kesetaraan
gender dibentuknya Percintaan Ibu Kepada Anak Temunrunya (PIKAT).
Pokok pikiran dari berdirinya PIKAT yaitu
pentingnya kedudukan ibu dalam keluarga, mengasuh anak, menjaga kesehatan
anggota keluarga lainnya. Walanda Maramis berpandangan bahwa ibu adalah
pendidik awal dari anak-anaknya. Melalui PIKAT, Walanda Maramis menyiapkan
perempuan, ibu-ibu untuk menjadi pengasuh anak dengan bekal pengetahuan dan
ketrampilan yang cukup.
R.A Kartini dilahirkan pada 21 April 1879,
sementara Walanda Maramis wafat pada 22 April 1924 (dilahirkan tanggal 1
Desember 1872). Mereka memulai perjuangannya dengan menulis. Kartini hanya
menulis dan menulis. Walanda Maramis menulis dan mendirikan PIKAT dan sekolah.
Mungkin, akan lebih baik 21 April
diperingati sebagai HARI PEREMPUAN dibanding peringatan yang seperti hari ini.
Semangat yang diperjuangkan Walanda Maramis sungguh sangat penting untuk
mempersiapkan generasi-generasi baru bangsa ini. Kesetaraan gender sungguh
sangat penting, tapi jauh lebih penting menyadari peran Ibu mengasuh anak
bangsa ini.(*)
Oleh: Denny SE Taroreh (fotografer)