MANADO - Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Manado menggelar aksi damai 'turun ke jalan' dalam rangka memperingati Hari
Buruh (May Day) 1 Mei dan Hari Kebebasan Pers Sedunia (Word Press Freedom
Day/WPFD) 3 Mei. Aksi ini menyuarakan tuntutan keadilan kesejahteraan jurnalis
dan independensi kebebasan pers di Sulawesi Utara.
Aksi yang diikuti puluhan jurnalis, anggota
AJI, perwakilan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan organisasi pers
ini digelar Senin (4/5). Aksi damai ini berawal di Zero Point Manado. AJI dalam
pernyataan sikapnya menyatakan keprihatinan, sampai saat ini masih banyak
pekerja pers/jurnalis yang tak memperoleh hak sesuai yang diamanatkan UU
Ketenagakerjaan.
Ketua dan Sekretaris AJI Manado, Yoseph
Ikanubun dan Fernando Lumowa menyatakan, di tengah pesatnya pertumbuhan media
di Sulawesi Utara, terjadi ketimpangan karena tak sebanding dengan
kesejahteraan jurnalis.
Banyak perusahaan media yang abai terhadap
pemenuhan hak jurnalis. Tak sedikit jurnalis di Sulawesi Utara tak mendapatkan
upah tak layak, penghasilan di bawah UMP atau UMR. Serta tak adanya kepastian
atas jaminan sosial. Belum lagi jurnalis yang berstatus karyawan tidak tetap
"Bahkan ada perusahaan pers atau media
yang tak menggaji jurnalisnya sepeserpun! Tak sedikit yang tak dijamin BPJS
Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, serta hak atas cuti, libur dan hak lainnya tak
dipenuhi," kata Ikanubun dan Lumowa.
Keberadaan jurnalis yang kurang diperhatikan
tersebut menjadi ancaram utama terhadap independensi dan profesionalisme
jurnalis. “Bagaimana bisa profesional sementara jurnalis masih memperjuangkan
kesejahteraannya,” tukas mereka.
Seruan lainnya yang diangkat dalam aksi
damai ini, kian beragamnya ancaman terhadap kebebasan pers dewasa ini. Jika
dulu musuh utama kebebasan pers ialah penguasa (negara), sekarang ancaman itu
datang dari berbagai sisi melalui intervensi ke ruang redaksi.
Dimana, intervensi bisa datang dari pemilik
modal/pemilik media, penguasa, pengiklan dan kelompok politik. Sejauh ini
begitu kentara ancaman terhadap kebebasan pers di dalam pemberitaan, dimana
ruang pemberitaan yang seharusnya milik publik `disita/dimonopoli' oleh berita
`pesanan' kelompok tertentu.
Kepentingan kekuasaan dan politik terlalu
jauh menguasai ruang-ruang redaksi media. Banyak contoh produk jurnalistik
media di Sulawesi Utara yang sulit dibedakan apakah itu berita ataukah iklan
berbayar yang seharusnya dipagari `pagar api' yang jelas."Acapkali
ditemukan adanya berita yang tidak independen, sepihak dan tak berimbang,"
jelas Ikanubun.
AJI Manado juga menyikapi proses
kriminalisasi terhadap jurnalis dan tindak kekerasan yang masih terus
berlangsung hingga kini. AJI Manado bersyukur, sejauh ini relatif tak ada
kriminalisasi dan tindak kekerasan terhadap jurnalis di Sulawesi Utara. "Kami harap tidak terjadi di sini. Kami
mengimbau Kepolisian paham dan menerapkan fungsi UU Nomor 40 tahun 1999 tentang
Pers sebagai pedoman utama atas sengketa pers atau selisih yang timbul akibat
pemberitaan," jelas Lumowa.
AJI Manado menyerukan kepada semua jurnalis
agar tetap profesional, mengedepankan Kode Etik Jurnalistik, kode etik perilaku
jurnalis dalam melakukan tugas jurnalistiknya di lapangan. AJI Manado mengimbau
perusahaan pers dan pemilik media di Sulawesi Utara memperlakukan jurnalis
secara adil. "Paling tidak dengan
memberi upah layak, sesuai amanat UU Ketenagakerjaan serta jaminan sosial
lainnya," ujar mereka.
Setelah dari Zero Point Manado, rombongan
aksi menyampaikan aspirasi ke DPRD Sulawesi Utara dan Wakil Gubernur Sulut, Dr
Djouhari Kansil. Ketua Komisi I DPRD Ferdinand Mewengkang dan anggota Komisi I Rocky Wowor-James Tuuk,
anggota Komisi II Ferdinand Mangumbahang dan anggota Komisi IV, Moh. Yusuf Amin
menerima aspirasi jurnalis.
“Kami segera mengagendakan dengar pendapat
dengan pemerintah provinsi, instansi terkait dan media membahas persoalan
banyak jurnalis yang tak menerima upah layan dan jaminan lainnya," tukas
Ferdinand Mewengkang, legislator asal Partai Gerindra.
Senada, Wakil Gubernur Sulawesi Utara, Dr
Djouhari Kansil merespon positif pernyataan sikap AJI. Ia janji menugaskan
Disnakertrans Sulawesi Utara untuk menelusuri persoalan banyak jurnalis yang
diperlakukan tak adil. "Sebagai mitra, kami senantiasa menghargai profesi
jurnalis. Dengan kedudukan setara, media jangan pernah takut mengkritisi
pemerintah," pinta Kansil.(*)